siesca mega

Kamis, 30 Mei 2013

CINTA dan PERKAWINAN


A. BAGAIMANA MEMILIH PASANGAN 
 
Menikah mengandung tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, memilih pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dan petunjuk tentang cara memilih pasangan hidup yang tepat dan islami. Insya Allah tips-tips berikut ini akan dapat bermanfaat.
a.1 Beberapa kriteria memilih calon istri
1.     Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
2.    Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
3.     Memiliki dasar pendidikan Islam yang  baik. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
4.    Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.
5.    Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
6.    Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak.
7.    Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.
a.2 Beberapa kriteria memilih calon suami
1.     Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
2.    Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
3.     Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
4.    Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
Sebagai catatan tambahan, dianjurkan memilih calon pasangan hidup yang jauh dari silsilah kekerabatan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dari penyakit-penyakit menular atau cacat bawaan kekerabatannya. Selain itu juga dapat memperluas pertalian kekeluargaan dan ukhuwah islamiyah. Semoga kita semua dibimbing oleh Allah SWT dalam berikhtiar mendapatkan pasangan hidup yang terbaik dan diridhoi-Nya serta dapat ikut serta menemani kita ke surga dunia dan akhirat. Amin.
(Cara-muhammad.com)
Referensi:
1.     Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
2.    “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)
3.     “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)
4.    “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)
5.    “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
6.    Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
7.    Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”
8.    “ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
9.    “Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)
10.  “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)
11.   Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi WaSallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)
12.  Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki : “Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”



B. SELUK BELUK HUBUNGAN dalam PERKAWINAN
  
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
1.     Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
2.    Perbedaan watak.
3.     Temperamen dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara  suami dan istri.
4.    Ketidakpuasan dalam hubungan seks.
5.    Kejenuhan rutinitas.
6.    Hubungan antara keluarga besar yang kurang baik.
7.    Adanya istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
8.    Masalah harta warisan.
9.    Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
10.  Domonasi dan intervensi orang tua atau mertua.
11.   Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga yang nyaman. Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik. Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang. Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan perceraian.


C. PENYESUAIAN & PERTUMBUHAN dalam PERKAWINAN
            Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.


D. PERCERAIAN & PERNIKAHAN KEMBALI
            Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.


E. SINGLE LIFE
            Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan?? Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu. Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri. Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang. Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah. Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh. Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati. Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri

SUMBER :


Hubungan Interpersonal


            Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. “ komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting,” tulis Anita Taylor et al.(1977:187). “Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.”Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson(1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. psikolog pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1957), Carl Rogers (1951). Semua mewakili mazhab psikologi humanistic. Belakangan Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut sebagai “relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan) dalam psikoterapi. Lame rumuskan metode ini tiga prinsip : makin baik hubungan interpersonal, (1) makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya, (2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya (psikolog), dan (3) makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya.
A.     MODEL-MODEL HUBUNGAN ITERPERSONAL
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
1.       Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2.       Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3.       Model permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
·         Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
·         Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
·         Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
4.       Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

B.     Memulai hubungan
Adapun tahap-tahap dalam hubungan interpersonal yakni meliputi :
1.       Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a.       informasi demografis
b.       sikap dan pendapat (tentang orang atau objek).
c.        rencana yang akan datang.
d.       kepribadian.
e.        perilaku pada masa lalu.
f.        orang lain serta,
g.       hobi dan minat.
2.       Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a.       Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator).
b.       Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c.        Respon yang tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
d.       Nada emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
C.      Intimasi dan hubungan pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a.       Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b.       Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c.        Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d.       Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e.        Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam suatu hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.
Komunikasi yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah menginginkan hal berikut.
D.     Intimasi dan pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
a.       kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
b.       kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
c.        kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
d.       kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
e.        kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .


SUMBER :
 http://21juli1991.blogspot.com/2013/05/hubungan-interpersonal.html